Kamis, 15 Desember 2016

CUACA DAN DOA



Penerbangan tadi pagi dari Kupang ke Jakarta, cuaca terlihat cerah namun goncangan terjadi di beberapa line perjalanan. Saya duduk di tengah, di dampingi para Ibu yang ramah yang tidak saya kenal.

Goncangan yang membuat pesawat melakukan relatif "push up berjalan" ditambah hiruknya pengumuman memakai sabuk pengaman tentu membuat pikiran kita was-was dan akan reflek untuk berdoa serta menyebut nama Tuhan, tanpa disadari cuaca buruk sepertinya berkorelasi dengan tingkat kekusyukan doa kita, hihihi.

Ketika tadi sesaat ingin berdoa saat guncangan, entah pandangan saya beralih ke Ibu di samping saya, saya perhatikan ia berdoa. Melihat mimik mukanya yang terlihat sejuk kusyuk dan bibir beliau berucap berbisik- mengasyikkan saya untuk memperhatikan beliau. Wajah beliau tidaklah seperti seleb di foto-foto instagram, namun saya merasakan kesejukan, keibuan dan kecantikannya.

Ada keyakinan yang hadir bahwa bhavaana, perasaan dan ketulusannya (yang tercermin dari pancaran wajahnya) dalam berdoa membuat perjalanan ini akan lancar selamat santosham. Terlepas perbedaan agama kami, saya  meyakini doanya bukan untuk keselamatan dirinya sendiri namun kami semua. Hal-hal tersebut di ataslah membuat saya sendiri tertunda untuk berdoa, wah. Yah, ada perasaan dan asumsi yang berkata "Doa Ibu ini cukup".

Sebenarnya bukan tentang goncangan dan doa, atau bahkan mukjizat yang berkesan bagi saya untuk kemudian (belajar) menulis, namun kejadian setelah beliau berdoa, dimana saat kami makan sajian makanan yang disuguhkan, dan saat makanan penutup ingin saya cicipi, ketika saya buka, tiba-tiba makanan yang belepotan penuh selai manis menggiurkan tersebut meloncat mengenai beliau.

Saya mencakupkan tangan sebagai tanda hormat dan mohon maaf, beliau menyambutnya dengan sangat baik, saya merasakan ketenangan dari ucapan beliau "Tidak apa-apa, daripada makanannya jatuh". Terkejut dengan kelembutan berbahasa dan kesabarannya, ingin rasanya menguji kembali ketenangan beliau dengan menuangkan sedikit kopi saya di baju beliau...hehe yang ini becanda.

Kami kemudian mengobrol, saya benar-benar bahagia karena pengalaman berinteraksi dengan beliau membuat kepercayaan saya menguat tentang korelasi sikap kita berdoa yaitu berupa ketulusan dan kepasrahan serta frekuensi kita berdoa ternyata membuat kelembutan hati, kedamaian dan kebahagiaan diri juga turut meningkat.

Saya percaya bahwa kita bisa berbagi kebahagiaan dan kedamaian apabila diri kita sendiri mempunyai kebahagiaan dan kedamaian tersebut. Salah satu cara agar terliputi dengan nilai tersebut adalah mendekatkan diri dengan sumber kebahagiaan laten melalui berdoa.

Saya percaya doa menumbuhkan nilai-nilai kebaikan yang mana menurut psikologi timur hal-hal ketuhanan seperti sifat welas asih,damai dan bahagia tersebut telah ada di dalam diri kita, laten merupakan sifat kita, hanya ia tertutupi dengan pikiran yang terpolusi debu-debu keakuan, kita babak belur dengan pikiran tak nerimo dan tak mindfull yang kemudian menimbulkan marah, benci dan berbagai dukha lainnya, meredupkan pancaran sifat ketuhanan yang ada di hati kita.

Kita mungkin tidak sempurna membangun dan berpraktik nilai-nilai kebaikan dalam keyakinan kita, namun mudah-mudahan dengan berpraktik sederhana melalui berdoa, hal-hal tersebut semakin mengakar, tumbuh mekar sehingga kita dengan mudah berbagi nilai-nilai tersebut.

Apabila doa kita belum juga menumbuhkan welas asih, kebahagiaan dan kedamaian dalam sikap sehari-hari, mungkin kita perlu melihat ke dalam perihal kualitas doa kita, apakah kita kurang tulus, kurang melepas, memasrahkan dan atau bahkan doa kita masih ada kandungan kebencian.

Dan pada saat pesawat taxiing menuju apron saya mengucapkan terimakasih, "Ibu, terimakasih tadi telah berdoa". Ia tersenyum walau sedikit bingung. Sebenarnya saya berterimakasih tidak hanya karena ia telah berdoa untuk keselamatan kami semua namun juga karena ia telah "menampar" saya, mengingatkan saya bahwa bukti bhakti kita adalah nilai karakter yang tumbuh akibat proses bhakti tersebut, bagaimana kita memperlakukan makhluk lain denan nilai kebaikan itulah bukti bhakti kita, "sesederhana" itu.

Demikian teori amatir hari ini untuk diri sendiri dari pemahaman diri sendiri saat ini.

Semoga semua makhluk berbahagia.

Jalan tol menuju kantor, 15 Des 16.
- d.a.y.

HORMAT KEPADA ORANG TUA





Saya bersyukur dikaruniai kesempatan - tiba-tiba didaulat oleh keluarga Sai Bali di Jakarta, terutama adik-adik Youth untuk melakukan pelayanan untuk berdharmawacana di tanggal 22 Nopember 2016, dimana saat itu adik-adik Youth mempersembahkan drama Pandurangga Vittala, kisah transformasi Pundalika dari yang tak acuh kepada orang tuanya menjadi penuh kesadaran untuk mempersembahkan cinta kasih dan bhakti kepada orang tuanya.

Lucunya sampai besoknya saya tampil, saya belum mendapatkan hal apa yang saya sampaikan. Syukurnya di saat yang genting dan mepet, saya kemudian memejamkan mata, memohon tuntunan, lalu kemudian mencari Mahavakya Bhagavan yang terkait dengan drama tersebut. Maka muncullah wacana berikut ini, yang tentunya kutipan blass poll dari Sad Guru. Jujur, sebatas teori memang, karena saya masih berlatih, jatuh bangun dalam nilai-nilai welas asih dan pelayananan kepada keluarga. Dan para sahabat serta keluarga adalah teman seperjalanan dalam menumbuhkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan ini.

Wacananya sebagai berikut :

Sujud hamba kehadapan Bhagavan yang merupakan ayah ibu jagad raya, yang juga berstana di dalam diri setiap makhluk.

Om Sri Sai Raam....
Bapak Ibu, keluarga Sai terkasih, sebelum nanti kita menyaksikan drama yang indah -Pandurangga- yang sarat makna bhakti kepada orang tua. Kami mohon ijin di waktu 5 menit ini mengajak para bhakta terkasih untuk bersama-sama merenungi kembali dengan penuh bhakti Mahavakya Bhagavan tentang bhakti kepada orang tua.

Bapak Ibu, Saudara saudari Sai terkasih,

Seperti yang kita ketahui tubuh kita disusun oleh 20 lapisan tubuh/kosa, namun apabila kita renungi lebih dalam, di setiap lapisan tubuh dan bhatin kita terdapat kasih orang tua, senyum orang tua, doanya, harapan, kecemasan, keletihan, air mata, darah dan air susunya.

Darah, air mata, air susu, aliran doa, senyumannya yang hangat mengalir deras di dalam diri kita, menumbuhkan tubuh kita.

Untuk itu, mari kita bersama merenungi kutipan mahavakya indah dan singkat dari Bhagavan berikut ini, yg kami kutip dari berbagai wacana Beliau.

Bhagavan bersabda :
“Berbicaralah dengan lembut dan menyenangkan, berbicara dengan menggunakan kata-kata kasar, bahkan kepada ibumu akan menghancurkan dirimu sendiri. Perlakukan ibu, ayah sebagai Tuhan. Engkau harus menghormati orang tuamu walaupun engkau telah menikah, karena mereka melahirkan dan membesarkanmu. Ibu harus diberikan tempat pertama, engkau harus berbicara kepadanya dengan lembut, manis dan penuh hormat”.

“Kitab suci meminta kalian untuk menghormati dan memuja orang tua kalian. “Mathru Devo Bhavo, Pithru Devo Bhavo”, itulah ajaran yang ada di dalam kitab suci. Ya, bagaimana lagi cara kalian dapat untuk mengucapkan terimakasih kepada mereka? Apa lagi yang dapat kalian beri sebagai gantinya selain kasih dan pelayananmu? Renungi dan pikirkan tentang semua kepedulian, semua kasih sayang, semua penderitaan, semua rasa lapar, dan kecemasan yang orang tua kalian hadapi demi untuk kepentingan kalian. Jadilah baik, lembut dan manis kepada mereka. Jangan kasar dan tanpa hormat kepada mereka.Cobalah persembahkan kemampuan terbaikmu untuk membuat mereka berbahagia, patuhilah mereka, karena mereka lebih mengetahui dirimu tentang dunia dan bahayanya. Itulah cara memuja mereka” – Sri Sathya Sai Baba, 1969

“Selalulah merawat orang tuamu dan jangan pernah berteriak kepada mereka, hal ini akan membuat Svami menjadi sangat senang. Semua pemuda Sai seharusnya mencoba untuk berbicara lembut dan ramah kepada kedua orang tua kalian, tidak masalah apa yang terjadi di masa lalu. Berbicaralah kepada mereka dengan nada kasih, dan lembut”.

“Ketika orang tua telah memberikan segala jenis perlindungan dan mengorbankan kesenangan mereka merawatmu, dan jika kalian malah sebaliknya memperlihatkan  kelakuan tidak hormat kepada mereka, maka Bhagavan juga tidak senang denganmu. Orang tua memenuhi keinginan dan kebutuhan materi kalian, dan jika kalian tidak dapat menghormati mereka, lantas bagaimana mungkin kalian bisa menghormati dan menyayangi Bhagavan? Bagaimana caranya engkau menyenangkan Bhagavan jika engkau tidak bisa menyenangkan kedua orang tuamu?” – Sri Sathya Sai Baba, 1977

“Hormati dan pujalah kedua orang tuamu, maka Bhagavan sendiri akan mewujudkan diri dihadapanmu, dan memberkati kalian dengan berkat dan karuniaNya”. – Sri Sathya Sai Baba, 1977

Bapak Ibu, Saudara saudari Sai terkasih, demikian tadi berbagai mahavakya Bhagavan tentang kewajiban kita untuk berbhakti kepada orang tua, selanjutnya mari kita saksikan bersama persembahan drama hari ini dengan penuh khidmat sehingga drama nanti tidak hanya menjadi hiburan bagi indrya kita, tetapi menjadi air yang sejuk yang menyiram tunas welas asih, kebahagiaan dan kedamaian yang ada di dalam diri kita.

Terakhir, kami berdoa semoga kami-kita semua para anak-anak Sai dikaruniai kekuatan untuk membahagiakan orang tua kita, dikaruniai kemampuan untuk hadir utuh melayani, mendengar orang tua kita dengan penuh welas asih dan dikarunai segala kebijaksanaan sehingga kita bisa melihat Sai di dalam diri orang tua kita.

Semoga semua orang tua kita berbahagia.

Jay Sairaam...

Rabu, 14 Desember 2016

CINTA UNTUK ADIK SEMATA WAYANGKU

Iseng melihat tanggal, tiba-tiba dada sesak karena haru, air mata mudah sekali menggenang, saya teringat bahwa besok pagi-pagi Adikku semata wayang Arissianita Evayanti akan berangkat ke Batam, mengikuti suaminya bertugas, mencoba berlatih hidup mandiri bersama keluarga kecilnya yang baru.

Ia sudah utuh menjadi putri, adik, bianggek (bibi) yang sempurna, pelayanannya, kasih sayangnya kepada kami begitu manis, bening, jernih dan indah seperti embun yang bergelayut di dedaunan di pagi hari.Hanya Sai Parameshvara yang bisa membalas segala budhi, prema dan seva yg ia sudah persembahkan kepada kami,sy berdoa dg kusyuk semoga Bhagavan senantiasa melindunginya dengan segenap karuniaNya yang indah dan agung berikut keluarga kecilnya.

Kami bersyukur sekali ia telah melangkah menjalani masa ghrasta, masa yang saling mencintai dalam keluarga adalah sebuah puja kepada Tuhan, masa ketika pelayanan kepada suami istri adalah Homam, masa ketika memanggil lembut suami, istri, anak adalah namasmaranam, kami jg sngt bahagia bisa mempersembahkan upacara dan "prosesi terakhir" yang indah.

Rumah kecil kami-Mandahasa berarti senyuman, senyuman juga seperti cahaya, bila cahaya tersebut dibagi ke lilin-lilin lain, berpindah, ia tak akan berkurang cahaya senyumannya malah bertambah terang, cahaya senyum dimana-mana.
Kami dan Mandahasa akan selalu rindu dan menunggu cahaya senyuman itu mampir kembali (bersama suami dan para ponakan kelak) membuat Mandahasa semakin "prabha", teriluminasi menyebarkan cahaya kasih, damai dan pelayanan.

Adikku pastilah kuat dan sukses bersama keluarga barunya, sebagaimana teladan para leluhur Ida Dalem Bali, yang selalu siap, tabah, kuat dan percaya diri dengan sradha rohani yg mantap dimanapun berada serta selalu menjaga integritas nama keluarga besar.
.
Wide atas nama keluarga, nunas ampura apabila ada yg belum sempurna kami persembahkan kepadamu Sayang. Wide juga sangat sangat dan sangat berterimakasih atas kasih Adek kepada kami, para tuan putri kecil,yang begitu param-tertinggi dan purnam-sempurna. Semoga kasih yang param-purnam tersebut juga dapat dikau persembahkan kepada keluarga baru Adek.
.
Di Batam akan banyak keindahan yang akan dikau alami, akan banyak penglingsir, sahabat penuh kasih dan keluarga baru yang akan bersamamu sebagaimana Wide yang jalani dulu, jangan lupa untuk mempersembahkan pelayanan kepada Pura dan masyarakat sebagaimana yang diamanatkan oleh Bhagavan dalam Dharma Vahini. Sebuah bab baru hidup akan menjadi bahan landasan baru untuk memaknai hidup, memaknai pesan Bhagavan lewat suami, anak dan masyarakat.
.
Dan.... Tugek Sita pasti akan menanyakan Bianggeknya dan Tugek Prabha pasti akan selalu ingat pijitan Bianggeknya. Kami akan selalu menceritakan kenangan manis bersamamu kepada mereka jika mereka rindu. Kami semua pasti akan selalu ingat betapa bahagianya kita berpeluk bersama dalam sukha dan dukha, berjalan penuh senyuman dan percaya diri dalam setiap keadaan karena yakin Bhagavan selalu bersama kita.
.

Ajung Ngurah Agung Artawijaya terimakasih atas pengertiannya yang tulus, kami titip Gryalakshmi kami. Selamat menjadi Nahkoda Kapal Keluarga, komando ada di tanganmu, jadikan sastra dan welas asih menjadi landasan dan tujuan. Bhagavan sll bersama kita, peluk selalu kakiNya, pejamkan mata dan sebut namaNya setiap awal dan mengakhiri kegiatan. "Sai Nama Bhina Ananda Nahi" (tanpa menyebut nama Sai tiada kebahagiaan yang bisa dicapai). Restu dan doa kami selalu meliputi Ajung dan istri serta keluarga.

Adik-adikku Ajung dan Sakdek, tunggu kunjungan mendadak kami ke Batam ya, kami pasti diterbangkan oleh rasa rindu kepadamu ke bumi Kepulauan Riau tersebut.

Adek sampai jumpa, peluk cium.
We love u so much....
Amsterdam, 22 Juli 2016