Senin, 03 Juli 2017

Apakah manfaat dari melaksanakan Suprabhatam, sebuah opini.

Menurut pendapat saya, manfaat Suprabhatam sendiri secara puitis telah tersirat dalam bait ke 9 dan 10, dimana diartikan “Siapapun yang melatunkan Suprabhatam ini sehari-hari (dine dine), akan dikaruniai/mendapat kedamaian tertinggi dan kebijaksanaan/pengetahuan (.....Wishanti paramdhama Jnana Vijnana.....dst). Kemudian bait terakhir dipenuhi dengan doa untuk memohon manggalam (keberuntungan), Oh Guru Dewa, Oh Yang Maha Mengetahui, Oh Yang Berstana di Parthi, Oh Sathya Sai... karuniai kami keberuntungan. Demikian arti secara mudahnya. Dengan ini kita menyadari, kita yakin akan perlindunganNya sekaligus kita pasrah bahwa apapun yang terjadi hari ini adalah sebuah manggalam, sebuah keberuntungan yang telah diskenariokan untuk kita, oleh Bhagavan. Kita siap dengan sukha dan dukha yang terjadi, kita tidak mencari sukha dan menolak dukha namun menyadari sukha dan dukha adalah sebuah manggalam dari Bhagavan, adalah skenario untuk peningkatan perjalanan rohani kita.

Saya lebih senang dengan pendekatan pemaknaan bahwa Suprabhatam adalah membangunkan ketuhanan di dalam diri kita, artinya Ketuhanan itu telah ada, Bhagavan ada di dalam diri kita, kita perlu berpraktik “membangunkanNya”, menyadariNya. Yang kemudian perlahan, kita menyadari bahwa Ia selalu bersama kita dalam melaksanakan karya sehari-hari, Beliau adalah inspirasi kita dalam berkarya, dalam mengisi hari. Praktik penghayatan ayat Suprabhatam ini sangat bagus, karena pikiran lambat laun akan mulai mawas dan eling kepada Bhagavan yang ada di dalam diri, dalam menjalani hari.

Terdapat pula pemaknaan yang lebih dalam, dalam sloka Suprabhatam, dimana setiap sloka menyadarkan kita tentang struktur pembentuk diri kita (manu-sya, yang istilah mudahnya terdiri dari atma, bhatin, energi dan tubuh), seperti ketika mengucapkan Esvaramma Sutta (bait 1), kita mengingatkan kembali diri kita bahwa kita adalah putra Sang Ibu Ilahi sendiri, kita memohon terus agar ketuhanan itu bangun dan bangun (bait 2), kesadaran ketuhanan itu mekar, Parthi melambangkan tubuh kita, yg berisi Chitrawati yang mengalir, matahari (aadhitya) kesadaran kita (bait 3), kemudian kita mengajak indrya dan pikiran untuk patuh dan menyanyikan keagungan nama Tuhan yang disimbolkan sebagai para bhakta yang menanti (bait 4), sang indrya mempersembahkan bunga simbol perbuatan (bait 5), lalu kita menyebutkan bahwa para bijak telah datang yang merupakan buddhi kita sendiri (bait 6), proses mendengar (shrutva) keagungan Bhagavan adlh salah satu proses menyadariNya (bait 7) lalu kita menyebutkan Ibunda Sita (bait 8), mengingatkan kita bahwa aspek feminim/aspek shakti telah ada dalam diri kita (Vichar, Icha, Vak, Kriya Shakti), lalu kemudian kita memotivasi diri kita ttg manfaat pelaksanaan puja ini (bait 9, Suprabhatam idam punyam...)dan ditutup dg bertekad bahwa yang terjadi adalah sebuah manggalam, kita tak terpengaruh lagi dengan sukha dan dukha (bait 10). Kita bebas.

Bangunnya ketuhanan di dalam diri, juga berarti bahwa welas asih, kebahagiaan, kedamaian telah muncul menyeruak mengisi hari-hari kita secara alami, tak terpengaruh oleh suatu keadaan atau sebuah alasan atau tujuan tertentu. Inilah menjadi salah satu patokan mudah kemajuan rohani kita, yaitu sejauh mana kita berwelas asih, berbahagia dan dipenuhi kedamaian, tanpa syarat.

Ada dan menyadari adalah hal yang berbeda, Beliau ada, namun untuk menyadariNya kita perlu berpraktik, maka dari itu Suprabhatam mengajak kita untuk berpraktik membangunkan dan menyadari. Semoga kita semua dapat melaksanakan suprabhatam dengan penghayatan yang baik, dan penuh kasih.

Dan ini memang perlu dilatih.

Demikian pendapat saya yang juga masih berlatih dan berlatih, tentu masih jauh dari sempurna.

Jay Sai Ram.

Rabu, 19 April 2017

Mengapa Perasaan Syukur Penting Untuk Hidup?

(Tulisan ini dikutip dari tulisan Bapak Adi W.Gunawan dalam web beliau di http://www.adiwgunawan.com/articles/mengapa-perasaan-syukur-penting-untuk-hidup)

Perasaan syukur adalah ciri universal insan mulia. Kehadirannya dirasakan dan diungkap dengan beragam cara oleh semua suku bangsa, semua budaya, di seluruh dunia. Dalam setiap ajaran agama dan tradisi spiritual, perasaan syukur sangat ditekankan dan dipentingkan untuk bisa dipraktikkan secara tulus dan penuh kesadaran. Perasaan syukur memiliki dua makna: makna duniawi dan spiritual. 

Dalam konteks duniawi, perasaan syukur adalah ungkapan terima kasih yang terjadi akibat dari pertukaran interpersonal, saat seseorang mengakui telah menerima suatu manfaat, baik berupa barang, bantuan, tindakan, saran, pemikiran, atau apapun itu, dari orang lain. 

Sedangkan dalam konteks spiritual, perasaan syukur adalah ungkapan terima kasih kepada otoritas tertinggi menurut iman seseorang atas semua hal yang ia terima, khususnya hadiah kehidupan. Perasaan syukur menjadikan dan memampukan individu rendah hati, kagum, terberkati karena ia memiliki peluang belajar, bertumbuh, berkembang, mencintai, berbagi, memberi kontribusi positif tidak hanya pada diri sendiri namun juga pada orang di sekitarnya, dan semua ini adalah bentuk ungkapan terima kasih dan cara mengisi serta menjalani hidup optimal. 

Untuk meraih sukses, komponen syukur sangatlah penting. Salah satu dari lima komponen BE dalam meraih sukses adalah perasaan syukur (Gunawan, 2009). Apapun yang kita cari atau ingin capai – ketenangan pikiran, kemakmuran, cinta, kesehatan, kedamaian, kebahagiaan –  semuanya telah tersedia atau disediakan untuk kita. Namun syarat untuk bisa menerimanya adalah dengan hati terbuka dan penuh rasa syukur (Breatnach, 1996). Hal senada diungkap oleh Richelieu (1996) yang menyatakan bahwa perasaan syukur adalah salah satu instrumen paling memberdayakan, menyembuhkan, dan dinamis dari kesadaran dan sangat penting dalam menunjukkan pengalaman hidup yang diinginkan seseorang.

Bila diibaratkan kunci, perasaan syukur adalah kunci master yang mampu membuka semua pintu, membuka semua kesempurnaan hidup, kunci kemakmuran, keberlimpahan, dan keterpenuhan (Emmons dan Hill, 2001; Hay, 1996).

Perasaan syukur menghubungkan individu dengan individu lain, merasakan kesatuan, bahwa mereka adalah satu karena berasal sumber yang sama, Sang Maha Pencipta. Dan manifestasi perasaan syukur adalah cinta tulus tanpa syarat yang tumbuh subur di dalam diri yang akhirnya meluap keluar dalam bentuk pemikiran, ucapan, dan tindakan nyata. 

Bukti Manfaat Perasaan Syukur

Kita tahu bahwa perasaan syukur adalah hal yang sangat baik. Namun, adakah bukti ilmiah tentang hal ini? 
Penelitian yang dilakukan oleh Emmons dan McCullogh (2003) tentang perasaan syukur, khususnya dengan meminta para subjek penelitian menuliskan hal-hal yang mereka syukuri selama seminggu, menunjukkan bahwa perasaan syukur berpengaruh positif pada suasana hati dan kondisi kesehatan. Para peserta ini lebih rajin berolahraga, mengalami penurunan gangguan fisik, merasa lebih positif terhadap hidup mereka secara keseluruhan, dan lebih optimis menyongsong minggu berikutnya dibandingkan dengan mereka yang mencatat pertengkaran, perbedaan pendapat, atau peristiwa hidup netral. 

Para remaja, dalam penelitian serupa, setiap hari diminta mencatat kejadian yang mereka syukuri. Dan hasil dari kegiatan ini adalah mereka merasa lebih positif dalam kewaspadaan, antusiasme, kebutalan tekad, perhatian, dan lebih berenergi dibanding remaja lain pada umumnya.

Saat orang merasa syukur, terima kasih, dan menghargai, mereka juga merasa lebih penuh kasih, mengampuni, sukacita, dan antusias. Manfaat perasaan syukur tidak hanya pada diri sendiri namun juga dirasakan dan dialami oleh keluarga, teman, rekan kerja dan orang di sekitar. Orang yang penuh perasaan syukur tampak lebih gembira, bahagia, dan lebih menyenangkan untuk didekati dan berada di sekitarnya. Orang lain menilai mereka yang penuh rasa syukur lebih membantu, lebih ramah, lebih optimis, dan lebih bisa dipercaya (McCullough dkk., 2002).

Manfaat perasaan syukur mendapat penguatan oleh penelitian lain yang meminta subjek penelitian menulis surat ungkapan terima kasih kepada seseorang yang telah membantu mereka namun belum sempat atau tidak pernah disampaikan ucapan terima kasih. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan perasaan bahagia dan turunnya depresi pada para subjek penelitian (Seligman dkk., 2005).

Beberapa manfaat lain perasaan syukur: memaksimalkan rasa senang, memperkuat relasi, melindungi diri dari emosi dan pikiran negatif, menghindarkan diri dari stres, menyehatkan jantung, perasaan diri lebih berharga, lebih positif menjalani hidup, lebih baik dalam pengendalian diri.

Tentu terdapat perbedaan antara menumbuhkan perasaan syukur dalam jangka pendek dibandingkan dengan mampu mengalami perasaan syukur secara konsisten. Perasaan syukur bukan sekedar emosi sesaat, namun ia juga adalah kebajikan. Dibutuhkan upaya sadar untuk bisa menumbuhkembangkan perasaan syukur menjadi satu bentuk kebajikan yang lekat pada dan menjadi bagian diri.

Kamis, 26 Januari 2017

BAGAIMANA SEBAIKNYA BHAKTA DALAM BERBICARA ?

Bhagavan mohon perkenan menjelaskan perihal utamanya keheningan dan bagaimana kami harus berbicara?



“Sebelum kalian berbicara pikirkanlah apakah perlu berbicara (bermanfaat), apakah benar apa yang engkau katakan, apakah baik bila mengatakannya, akankah menyakiti seseorang, dan akankah meningkatkan keheningan?” 

“Langkah awal dalam sadhana adalah menyucikan ucapan. Berbicaralah penuh kelembutan tanpa kemarahan. Jangan menyombongkan kesarjanaan dan keberhasilanmu. Jadilah rendah hati, berhasrat untuk melayani, hematlah perkataanmu. Praktekkan hening dan diam. Hal ini akan menyelematkanmu dari pertengkaran, perpecahan atau membuang-buang ide atau gagasan yang tidak perlu”. – Sri Sathya Sai Baba, 1961.

“Hening dan diam adalah bahasa dari orang-orang yang telah mencapai pencerahan, praktekkan sikap tidak berlebih-lebihan dalam berbicara. Hal ini membantumu banyak hal. Keheningan dan diam meningkatkan kasih sayang. Lidah berpotensi besar melakukan empat kesalahan : menguacapkan kebohongan, mencari kesalahan pada orang lain, berbicara yang berlebihan dan berbicara yang mencela. Semua ini harus dihindari jika menginginkan shanti pada individu dan masyarakat” – Sri Sathya Sai Baba, 1958.

“Kalian dapat merasakan kehadiran Tuhan apabila adanya keheningan. Dalam keadaan bingung dan ramai seperti di pasar, kalian tidak akan mendengar langkah kakiNya. Beliau adalah Sabdabrahman, bergema ketika semuanya diliputi oleh keheningan. Oleh sebab itu, Aku mendesak adanya keheningan, yaitu berbicara yang lembut dan seperlunya. Berbicaralah dengan perkataan yang penuh kelembutan, sedikit, berbisik dan benar. Ujilah setiap tindakanmu dan lakukanlah (tindakan tersebut) dengan sedikit suara. Jangan berteriak pada orang yang berdiri jauh darimu, dekatilah ia atau berikan isyarat kepadanya untuk mendekatimu. Mengucapkan perkataan yang keras adalah sebuah pelanggaran terhadap kesucian yang ada di langit, sama dengan pelanggaran terhadap kesucian yang ada pada tanah dan air”. – Sri Sathya Sai Baba, 1966.

“Berbicaralah dengan penuh kelembutan, manis, tanpa adanya kedengkian di dalam hatimu. Berbicaralah seperti kalian berbicara pada Sai yang ada di dalam diri setiap individu” – Sri Sathya Sai Baba, 1959.
(Dikutip dari Ideal Sai Youth – Messenger of Sai Love)



TELAH BERJAPA, NAMUN BELUM MENGALAMI TRANSFORMASI BHATIN ?



Bhagavan, kami telah mencantingkan nama Tuhan, namun kami belum mengalami transformasi di hati kami, bagaimana seharusnya kami mengucapkan nama Tuhan ?

Ada banyak ‘ular’ sifat-sifat buruk yang bersarang di hatimu. Ketika engkau melakukan Naamasmarana (mengulang- ulang Nama Tuhan) semua 'ular' sifat-sifat buruk akan keluar dari dirimu. Naamasmarana diibaratkan seperti alat musik (Nadaswaram) yang menarik ular dan membawa mereka keluar dari sarangnya. Nadaswaram ini adalah Jeevanaswaram-mu (musik kehidupan) dan Pranaswaram-mu (nafas kehidupan). Kita harus mengulang-ulang Nama Tuhan untuk menyingkirkan sifat-sifat buruk yang bersemayam di dalam diri. Saat ini ada banyak yang tidak menganggap penting untuk melakukan Naamasmarana. Ini merupakan kekeliruan besar. Dalam zaman Kali ini hanya menchantingkan Nama Tuhan-lah yang dapat menyelamatkan hidupmu. Tidak ada perlindungan lain. Menyanyikan kemuliaan Tuhan sangatlah suci! - Divine Discourse, "Redeem your life by Namasmarana” 14-April-2002

Sayangnya, tidak ada transformasi yang terjadi dalam manusia meskipun mengulang-ulang Nama Tuhan berkali-kali. Engkau harus mencantingkan Nama Tuhan dengan sepenuh hati dan dengan penuh keyakinan. Keyakinan mengembangkan cinta-kasih menuju Tuhan dan cinta-kasih menuju Tuhan-lah yang menganugerahkan berkat Tuhan. Tidak diragukan lagi, orang-orang saat ini mengulang-ulang Nama suci Tuhan, tetapi hal itu tidak dilakukan dengan cinta-kasih dan keyakinan yang mantap. Mereka lebih memperhatikan dengan bagaimana orang lain menyanyikannya dan apakah Shruthi (nada) dan Raaga (melodi) yang mereka bawakan sesuai, dan lain-lain. Mereka melakukan Naamasankirtana dengan pikiran yang ragu-ragu. Tidak ada transformasi di dalam hati mereka karena Naamasankirtan dilakukan dengan pikiran yang berubah-ubah meskipun mereka melakukannya bersama-sama selama berjam-jam. Naamasankirtan harus dilakukan dengan penuh konsentrasi dan keyakinan yang mantap seperti seorang yogi. Dikatakan "Sathatham Yoginah". Seseorang dapat mencapai transformasi jika pikiran terus dengan mantap ditujukan pada Nama Tuhan. - Divine Discourse, 13 Nov, 2010.

Konsekuensi dari karma (buruk) hanya bisa dihapus dengan melaksanakan karma (baik), seperti halnya duri yang menancap bisa diatasi (dicabut) dengan menggunakan duri lainnya. Lakukanlah karma baik guna mekompensasi karma jelek yang telah engkau lakukan dan yang sedang menimbulkan akibatnya bagimu sekarang. Cara yang terbaik dan paling sederhana adalah dengan melakukan karma pengulangan nama-nama Tuhan (Namasmarana). Senantiasalah ingat kepada-Nya, maka dengan demikian engkau akan terhindar dari kecenderungan serta pikiran negatif dan sekaligus membantumu untuk memancarkan cinta-kasih terhadap orang-orang di sekitarmu.- Sathya Sai Speaks, Vol 5, Ch 17, 26-Mar-1965

Saat ini negara sedang menghadapi banyak masalah karena orang tidak melakukan Naamasmarana (mengulang-ulang nama Tuhan) dengan cukup. Biarlah setiap tempat berkumandang nyanyian kemuliaan Tuhan. Biarlah setiap sel tubuhmu diisi dengan nama Tuhan. Tidak ada lagi yang bisa memberikan kebahagiaan, keberanian, dan kekuatan yang bisa engkau dapatkan dari Naamasmarana. Bahkan jika beberapa orang menertawakanmu, jangan engkau hiraukan hal tersebut. Lakukan Naamasmarana dengan penuh konsentrasi dan pengabdian (bhakti). Jangan takut terhadap siapapun. Nyanyikan kemuliaan Tuhan dengan sepenuh hati tanpa hambatan apapun. Baru setelah itu, engkau dapat mengalami kebahagiaan Ilahi.- Divine Discourse, 14-April-2002

MENGAPA MENGULANG SHANTI MANTRAM TIGA KALI ?





“Shanti” yang pertama diartikan sebagai “Semoga kita menikmati kedamaian untuk badan jasmani.” Ini artinya, semoga badan fisik kita tidak menjadi panas yang disebabkan oleh perasaan cemburu, benci, kemelekatan dan sejenisnya. Apapun juga jenis berita yang kau terima dalam setiap kejadian, engkau harus menerimanya secara tenang dan damai.


“Shanti” yang kedua berkaitan dengan kedamaian bhatin (mind). Artinya, engkau harus menjaga bhatin atau pikiran/perasaanmu untuk tidak teragitasi (terpengaruh) terhadap adanya ucapan-ucapan yang tidak benar dari orang lain terhadap dirimu.


Dan “Shanti” yang ketiga berkaitan dengan kedamaian jiwa. Kedamaian ini hanya bisa dihasilkan melalui cinta-kasih. Dunia ini harus dikembalikan ke jalannya yang benar dan hal itu hanya bisa tercapai melalui jalan cinta kasih dan kedamaian. Isilah pikiranmu, tindakanmu dan emosimu dengan cinta-kasih, kebenaran dan kedamaian. Mungkin ada orang-orang yang membenci kita, tapi kita sebaiknya (membalas dengan) mencintai mereka. 

- Divine Discourse, December 9, 1985.